Kamis, 11 Desember 2014

PEMERIKSAAN HIDUNG




2.1  Anatomi Hidung

·        Mengenal Hidung
Hidung merupakan bagian yang paling menonjol pada wajah. Fungsinya
sebagai jalan napas, alat pengatur kondisi udara (air condition),
penyaring & pembersih udara, indera pembau, resonansi suara,
membantu proses berbicara, dan refleksi nasal. Hidung juga merupakan
tempat bermuaranya sinus paranasalis dan saluran air mata.
·      Proses Mencium
Pada saat bernapas, zat kimia berupa gas akan dihirup masuk ke dalam rongga
Hidung. Sumber bau pada zat kimia tersebut akan dilarutkan oleh selaput lendir
kemudian akan merangsang rambut-rambut halus pada sel pembau. Sel pembau
akan meneruskan rangsangan ini ke otak dan mengolahnya sehingga kita dapat
membedakan jenis bau dari zat kimia tersebut.
Ø Struktur hidung luar terdiri atas 3 bagian, yaitu :
1.  Kubah tulang. Letaknya paling atas dan bagian hidung yang tidak bisa
digerakkan.
2.       Kubah kartilago (tulang rawan). Letaknya dibawah kubah tulang dan bagian
hidung yang bisa sedikit digerakkan.
3.       Lobulus hidung. Letaknya paling bawah dan bagian hidung yang paling mudah
digerakkan.
Ø Struktur penting dari anatomi hidung :
1.  Dorsum nasi (batang hidung)
2.   Septum nasi
3.  Kavum nasi (lubang hidung

Dorsum Nasi (Batang Hidung).
·         Struktur yang membangun dorsum nasi (batang hidung) :
1.  Bagian kaudal dorsum nasi (batang hidung)
2.      Bagian kranial dorsum nasi (batang hidung)
Bagian kaudal dorsum nasi (batang hidung) merupakan bagian lunak dari dorsum
nasi (batang hidung). Tersusun oleh kartilago lateralis dan kartilago alaris. Jaringan
ikat yang keras menghubungkan antara kulit dan perikondrium pada kartilago alaris.
Bagian kranial dorsum nasi (batang hidung) merupakan bagian keras dari dorsum
nasi (batang hidung). Tersusun oleh os nasalis dan ossis maksila prosesus fron tali.



Septum Nasi

Fungsi utama septum nasi adalah menopang dorsum nasi (batang hidung) dan
membagi dua kavum nasi (lubang hidung).
Struktur yang membangun septum nasi adalah 2 tulang dan 2 kartilago, yaitu :
1.      Bagian anterior septum nasi
2.      Bagian posterior septum nasi
Bagian anterior septum nasi tersusun oleh tulang rawan, yaitu kartilago
quadrangularis, cartilago alaris mayor crus medial, dan cartilago septi nasi. Bagian
anterior septum nasi terdapat plexus Kiesselbach. Bagian posterior septum nasi
tersusun oleh os vomer dan os ethmoidalis lamina perpendikularis . Kelainan septum
nasi yang paling sering ditemukan adalah deviasi septi.




Kavum Nasi (Lubang Hidung)

Rongga / lubang hidung (cavum nasi / cavitas nasi) berbentuk terowongan dari
depan ke belakang.R ongga hidung dilapisi 2 jenis mukosa, yaitu mukosa olfaktori
dan mukosa respiratori.
·  Rongga hidung tersusun oleh :
1.  Nares anterior (nosetril). Nares anterior merupakan lubang depan rongga hidung
(cavitas nasi).
2.      Vestibulum nasi. Letaknya dibelakang nares anterior. Vestibulum nasi dilapisi oleh rambut dan kelenjar sebasea.
3.      Nares posterior (choanae). Nares posterior (choanae) merupakan lubang
belakang rongga hidung (cavitas nasi).P enghubung antara rongga hidung (cavitas nasi) dengan nasofaring.
·  Rongga / lubang hidung (cavum nasi / cavitas nasi) merupakan suatu ruangan yang memiliki dinding dan batas, yaitu :
1.      Dinding medial kavu m nasi (lubang hidung) yaitu septum nasi.
2.      Dinding lateral kavum nasi (lubang hidung) yaitu konka nasi4 dan meatus nasi.
Keduanya terbagi atas konka nasi superior, meatus nasi superior, konka nasi medius, meatus nasi medius, konka nasi inferior, meatus nasi inferior, dan konka
nasi suprema. Duktus nasolakrimalis bermuara pada meatus nasi inferior. Sinus
paranasalis golongan anterior bermuara padameatus nasi medius. Sinus
paranasalis golongan posterior bermuara padameatus nasi superior.
3.      Batas anterior kavum nasi (lubang hidung) yaitu nares (introitus kavum nasi).
4.       Batas posterior kavum nasi (lubang hidung) yaitu koane.
5.       Dinding superior kavum nasi (lubang hidung) yaitu lamina kribrosa (lamina kribriformis). Lamina kribriformis memisahkan rongga teng korak dan rongga hidung. Selain itu, bagian atap ini dibentuk oleh os frontonasal, os ethmoidalis dan os sphenoidalis.
6.       Dinding inferior kavum nasi (lubang hidung) yaitu palatum durum (processus palatina os maxilla dan lamina horisontal os palatina).

·  Rongga / lubang hidung (cavum nasi / cavitas nasi) berdasarkan epitel pelapisnya terbagi atas :
1.  Vestibulum nasi. Vestibulum nasi dilapisi epitel squamous complex. Terdapat vibrissae (rambut)
2.  R egio respiratoria.R egio respiratoria dilapisi epitel pseudo columnar.
3.  R egio olfaktoria.R egio olfaktoria dilapisi neuroepitelium yang berasal dari nervus olfaktorius menembus lamina et foramina cribrosa. Vestibulum nasi dan regio respiratoria dibatasi oleh limen nas



Vaskularisasi Rongga Hidung
Bagian atas rongga hidung mendapat pendarahan dariarteri ethmoidalis anterior
dan posterior sebagai cabang dari arteri oftalmika. Bagian bawah rongga hidung
mendapat pendarahan dari arteri maxilaris interna . Bagian depan hidung mendapat
pendarahan dari cabang-cabang arteri fasialis. Vena hidung memiliki nama yang
sama dan berjalan berdampingan dengan arterinya.P lexus Kiesselbach merupakan
anyaman pembuluh darah pada septum nasi bagian anterior.
Pembuluh darah yang membentuknya adalah arteri nasalis septum anterior &
posterior, arteri palatina mayor, dan arteri labialis superior.Pecahnya plexux
Kiesselbach biasanya akan menyebabkan epistaksis anterior.

Innervasi Rongga Hidung
Rongga hidung bagian depan dan atas mendapat persarafan sensoris darin e r v u s
nasalis anteriorcabang dari nervus ethmoidalis anterior.R ongga hidung bagian
lainnya mendapat persarafan sensoris dari nervus maxilla.P ersarafan parasimpatis
rongga hidung berasal dari nervus nasalis posterior inferior & superior cabang dari
ganglion sphenopalatina.Persarafan simpatis berasal dari ganglioncervical
superior. Efek persarafan parasimpatis pada cavum nasi yaitu sekresi mukus dan
vasodilatasi. Dalam rongga hidung, terdapat serabut saraf pembau yang dilengkapi
sel-sel pembau. Setiap sel pembau memiliki rambut-rambut halus (silia olfaktoria) di
ujungnya dan selaput lendir meliputinya untuk melembabkan rongga hidung






Sinus Paranasalis

Sinus paranasalis merupakan rongga di sepanjang atap dan bagian lateral rongga
udara hidung. Biasanya berjumlah1 2 rongga. Fungsi sinus paranasalis antara lain :
1.      Mengurangi berat tulang wajah.
2.      Memelihara kekuatan dan bentuk tulang.
3.      Menambah resonansi suara.
·         Golongan besar sinus paranasalis :
1.  Golongan anterior sinus paranasalis yaitu s inus maksilaris, sinus ethmoidalis anterior, dan sinus frontalis.
2.  Golongan posterior sinus paranasalis yaitu sinus ethmoidalis posterior, dan sinus sfenoidalis. Ostia golongan anterior sinus paranasalis berada padameatus nasi medius. Ostia golongan posterior sinus paranasalis berada pada meatus nasi superior.P us dalam meatus nasi medius akan mengalir ke dalam vestibulum nasi. Pus dalam meatus nasi superior akan mengalir ke dalam faring.
                                                                     
 
2.2  Pemeriksaan HidungCara Memeriksa Hidung & Sinus ParanasalisOleh : Muhammad al-Fatih IIAda 8 cara yang dapat kita lakukan untuk memeriksa keadaan hidung dan sinus paranasalis,yaitu :Pemeriksaan dari luar : inspeksi, palpasi, & perkusi.Rinoskopia anterior.Rinoskopia posterior.Transiluminasi (diaphanoscopia).X-photo rontgen.Pungsi percobaan.Biopsi.Pemeriksaan laboratorium : pemeriksaan rutin, bakteriologi, serologi, & sitologi.1. Pemeriksaan Hidung & Sinus Paranasalis dari Luar Ada 3 keadaan yang penting kita perhatikan saat melakukan inspeksi hidung & sinus paranasalis, yaitu :Kerangka dorsum nasi (batang hidung).Adanya luka, warna, udem & ulkus nasolabial.Bibir atas.Ada 4 bentuk kerangka dorsum nasi (batang hidung) yang dapat kita temukan pada inspeksihidung & sinus paranasalis, yaitu :Lorgnet pada abses septum nasi.Saddle nose pada lues.Miring pada fraktur.Lebar pada polip nasi.Kulit pada ujung hidung yang terlihat mengkilap, menandakan adanya udem di tempattersebut.Adanya maserasi pada bibir atas dapat kita temukan saat melakukan inspeksi hidung & sinus paranalis. Maserasi disebabkan oleh sekresi yang berasal dari sinusitis dan adenoiditis.Ada 4 struktur yang penting kita perhatikan saat melakukan palpasi hidung & sinus paranasalis, yaitu :Dorsum nasi (batang hidung).Ala nasi.Regio frontalis sinus frontalis.Fossa kanina.Krepitasi dan deformitas dorsum nasi (batang hidung) dapat kita temukan pada palpasihidung. Deformitas dorsum nasi merupakan tanda terjadinya fraktur os nasalis.Ala nasi penderita terasa sangat sakit pada saat kita melakukan palpasi. Tanda ini dapat kitatemukan pada furunkel vestibulum nasi.Ada 2 cara kita melakukan palpasi pada regio frontalis sinus frontalis, yaitu :Kita menekan lantai sinus frontalis ke arah mediosuperior dengan tenaga optimal dan simetris(besar tekanan sama antara sinus frontalis kiri dan kanan). Palpasi kita bernilai bila kedua

sinus frontalis tersebut memiliki reaksi yang berbeda. Sinus frontalis yang lebih sakit berartisinus tersebut patologis.Kita menekan dinding anterior sinus frontalis ke arah medial dengan tenaga optimal dansimetris. Hindari menekan foramen supraorbitalis. Foramen supraorbitalis mengandungnervus supraorbitalis sehingga juga menimbulkan reaksi sakit pada penekanan. Penilaiannyasama dengan cara pertama diatas.Palpasi fossa kanina kita peruntukkan buat interpretasi keadaan sinus maksilaris. Syarat dan penilaiannya sama seperti palpasi regio frontalis sinus frontalis. Hindari menekan forameninfraorbitalis karena terdapat nervus infraorbitalis.Perkusi pada regio frontalis sinus frontalis dan fossa kanina kita lakukan apabila palpasi padakeduanya menimbulkan reaksi hebat. Syarat-syarat perkusi sama dengan syarat-syarat palpasi.2. Rinoskopia Anterior Ada 5 alat yang biasa kita gunakan pada rinoskopia anterior, yaitu :Cermin rinoskopi posterior.Pipa penghisap.Aplikator.Pinset (angulair) dan bayonet (lucae).Spekulum hidung Hartmann.Spekulum hidung Hartmann bentuknya unik. Cara kita memakainya juga unik meliputi caramemegang, memasukkan dan mengeluarkan.Cara kita memegang spekulum hidung Hartmann sebaiknya menggunakan tangan kiri dalam posisi horisontal. Tangkainya yang kita pegang berada di lateral sedangkan mulutnya dimedial. Mulut spekulum inilah yang kita masukkan ke dalam kavum nasi (lubang hidung) pasien.Cara kita memasukkan spekulum hidung Hartmann yaitu mulutnya yang tertutup kitamasukkan ke dalam kavum nasi (lubang hidung) pasien. Setelah itu kita membukanya pelan- pelan di dalam kavum nasi (lubang hidung) pasien.Cara kita mengeluarkan spekulum hidung Hartmann yaitu masih dalam kavum nasi (lubanghidung), kita menutup mulut spekulum kira-kira 90%. Jangan menutup mulut spekulum100% karena bulu hidung pasien dapat terjepit dan tercabut keluar.Ada 5 tahapan pemeriksaan hidung pada rinoskopia anterior yang akan kita lakukan, yaitu :Pemeriksaan vestibulum nasi.Pemeriksaan kavum nasi bagian bawah.Fenomena palatum mole.Pemeriksaan kavum nasi bagian atas.Pemeriksaan septum nasi.Pemeriksaan Vestibulum Nasi pada Rinoskopia Anterior Sebelum menggunakan spekulum hidung pada pemeriksaan vestibulum nasi, kita melakukan pemeriksaan pendahuluan lebih dahulu. Ada 3 hal yang penting kita perhatikan pada pemeriksaan pendahuluan ini, yaitu :Posisi septum nasi.
 
Pinggir lubang hidung. Ada-tidaknya krusta dan adanya warna merah.Bibir atas. Adanya maserasi terutama pada anak-anak.Cara kita memeriksa posisi septum nasi adalah mendorong ujung hidung pasien denganmenggunakan ibu jari.Spekulum hidung kita gunakan pada pemeriksaan vestibulum nasi berguna untuk melihatkeadaan sisi medial, lateral, superior dan inferior vestibulum nasi. Sisi medial vestibulumnasi dapat kita periksa dengan cara mendorong spekulum ke arah medial. Untuk melihat sisilateral vestibulum nasi, kita mendorong spekulum ke arah lateral. Sisi superior vestibulumnasi dapat terlihat lebih baik setelah kita mendorong spekulum ke arah superior. Kitamendorong spekulum ke arah inferior untuk melihat lebih jelas sisi inferior vestibulum nasi.Saat melakukan pemeriksaan vestibulum nasi menggunakan spekulum hidung, kita perhatikan ada tidaknya sekret, krusta, bisul-bisul, atau raghaden.Pemeriksaan Kavum Nasi Bagian Bawah pada Rinoskopia Anterior Cara kita memeriksa kavum nasi (lubang hidung) bagian bawah yaitu dengan mengarahkancahaya lampu kepala ke dalam kavum nasi (lubang hidung) yang searah dengan konka nasimedia.Ada 4 hal yang perlu kita perhatikan pada pemeriksaan kavum nasi (lubang hidung) bagian bawah, yaitu :Warna mukosa dan konka nasi inferior.Besar lumen lubang hidung.Lantai lubang hidung.Deviasi septi yang berbentuk krista dan spina.Fenomena Palatum Mole Pada Rinoskopia Anterior Cara kita memeriksa ada tidaknya fenomena palatum mole yaitu dengan mengarahkan cahayalampu kepala ke dalam dinding belakang nasofaring secara tegak lurus. Normalnya kita akanmelihat cahaya lampu yang terang benderang. Kemudian pasien kita minta untuk mengucapkan “iii”.Selain perubahan dinding belakang nasofaring menjadi lebih gelap akibat gerakan palatummole, bayangan gelap dapat juga disebabkan cahaya lampu kepala tidak tegak lurus masuk kedalam dinding belakang nasofaring.Setelah pasien mengucapkan “iii”, palatum mole akan kembali bergerak ke bawah sehingga benda gelap akan menghilang dan dinding belakang nasofaring akan terang kembali.Fenomena palatum mole positif bilamana palatum mole bergerak saat pasien mengucapkan“iii” dimana akan tampak adanya benda gelap yang bergerak ke atas dan dinding belakangnasofaring berubah menjadi lebih gelap. Sebaliknya, fenomena palatum mole negatif apabila palatum mole tidak bergerak sehingga tidak tampak adanya benda gelap yang bergerak keatas dan dinding belakang nasofaring tetap terang benderang.Fenomena palatum mole negatif dapat kita temukan pada 4 kelainan, yaitu :Paralisis palatum mole pada post difteri.Spasme palatum mole pada abses peritonsil.
 
hipertrofi adenoidTumor nasofaring : karsinoma nasofaring, abses retrofaring, dan adenoid.Pemeriksaan Kavum Nasi Bagian Atas pada Rinoskopia Anterior Cara kita memeriksa kavum nasi (lubang hidung) bagian atas yaitu dengan mengarahkancahaya lampu kepala ke dalam kavum nasi (lubang hidung) bagian atas pasien.Ada 4 hal yang penting kita perhatikan pada pemeriksaan kavum nasi (lubang hidung) bagianatas, yaitu :Kaput konka nasi media.Meatus nasi medius : pus dan polip.Septum nasi bagian atas : mukosa dan deviasi septi.Fissura olfaktorius.Deviasi septi pada septum nasi bagian atas bisa kita temukan sampai menekan konka nasimedia pasien.Pemeriksaan Septum Nasi pada Rinoskopia Anterior Kita dapat menemukan septum nadi berbentuk krista, spina dan huruf S.3. Rinoskopia Posterior Prinsip kita dalam melakukan rinoskopia posterior adalah menyinari koane dan dindingnasofaring dengan cahaya yang dipantulkan oleh cermin yang kita tempatkan dalamnasofaring.Syarat-syarat melakukan rinoskopia posterior, yaitu :Penempatan cermin. Harus ada ruangan yang cukup luas dalam nasofaring untuk menempatkan cermin yang kita masukkan melalui mulut pasien. Lidah pasien tetap beradadalam mulutnya. Kita juga menekan lidah pasien ke bawah dengan bantuan spatula (spatel).Penempatan cahaya. Harus ada jarak yang cukup lebar antara uvula dan faring milik pasiensehingga cahaya lampu yang terpantul melalui cermin dapat masuk dan meneranginasofaring.Cara bernapas. Hendaknya pasien tetap bernapas melalui hidung.Ada 4 alat dan bahan yang kita gunakan pada rinoskopia posterior, yaitu :Cermin kecil.Spatula.Lampu spritus.Solusio tetrakain (- efedrin 1%).Teknik-teknik yang kita gunakan pada rinoskopia posterior, yaitu :Cermin kecil kita pegang dengan tangan kanan. Sebelum memasukkan dan menempatkannyake dalam nasofaring pasien, kita terlebih dahulu memanaskan punggung cermin pada lampuspritus yang telah kita nyalakan.Minta pasien membuka mulutnya lebar-lebar. Lidahnya ditarik ke dalam mulut, jangandigerakkan dan dikeraskan. Bernapas melalui hidung.Spatula kita pegang dengan tangan kiri. Ujung spatula kita tempatkan pada punggung lidah pasien di depan uvula. Punggung lidah kita tekan ke bawah di paramedian kanan lidah
Cara Memeriksa Hidung & Sinus Paranasalis

Ada 8 cara yang dapat kita lakukan untuk memeriksa keadaan hidung dan sinus paranasalis, yaitu :
·         Pemeriksaan dari luar : inspeksi, palpasi, & perkusi.
·         Rinoskopia anterior.
·         Rinoskopia posterior.
·         Transiluminasi (diaphanoscopia).
·         X-photo rontgen.
·         Pungsi percobaan.
·         Biopsi.
Pemeriksaan laboratorium : pemeriksaan rutin, bakteriologi, serologi, & sitologi.

1. Pemeriksaan Hidung & Sinus Paranasalis dari Luar

·         Ada 3 keadaan yang penting kita perhatikan saat melakukan inspeksi hidung & sinus paranasalis, yaitu :
1.      Kerangka dorsum nasi (batang hidung).
2.      Adanya luka, warna, udem & ulkus nasolabial.
3.      Bibir atas.

·         Ada 5 bentuk kerangka dorsum nasi (batang hidung) yang dapat kita temukan pada inspeksi hidung & sinus paranasalis, yaitu :
1.      Lorgnet pada abses septum nasi.
2.      Saddle nose pada lues.
3.      Miring pada fraktur.
4.      Lebar pada polip nasi.
5.      Kulit pada ujung hidung yang terlihat mengkilap, menandakan adanya udem di tempat tersebut.

Adanya maserasi pada bibir atas dapat kita temukan saat melakukan inspeksi hidung & sinus paranalis. Maserasi disebabkan oleh sekresi yang berasal dari sinusitis dan adenoiditis.

·         Ada 4 struktur yang penting kita perhatikan saat melakukan palpasi hidung & sinus paranasalis, yaitu :
1.      Dorsum nasi (batang hidung).
2.      Ala nasi.
3.      Regio frontalis sinus frontalis.
4.      Fossa kanina.

Krepitasi dan deformitas dorsum nasi (batang hidung) dapat kita temukan pada palpasi hidung. Deformitas dorsum nasi merupakan tanda terjadinya fraktur os nasalis.
Ala nasi penderita terasa sangat sakit pada saat kita melakukan palpasi. Tanda ini dapat kita temukan pada furunkel vestibulum nasi.

·         Ada 2 cara kita melakukan palpasi pada regio frontalis sinus frontalis, yaitu :

1.      Kita menekan lantai sinus frontalis ke arah mediosuperior dengan tenaga optimal dan simetris (besar tekanan sama antara sinus frontalis kiri dan kanan). Palpasi kita bernilai bila kedua sinus frontalis tersebut memiliki reaksi yang berbeda. Sinus frontalis yang lebih sakit berarti sinus tersebut patologis.
2.      Kita menekan dinding anterior sinus frontalis ke arah medial dengan tenaga optimal dan simetris. Hindari menekan foramen supraorbitalis. Foramen supraorbitalis mengandung nervus supraorbitalis sehingga juga menimbulkan reaksi sakit pada penekanan. Penilaiannya sama dengan cara pertama diatas.
Palpasi fossa kanina kita peruntukkan buat interpretasi keadaan sinus maksilaris. Syarat dan penilaiannya sama seperti palpasi regio frontalis sinus frontalis. Hindari menekan foramen infraorbitalis karena terdapat nervus infraorbitalis.
Perkusi pada regio frontalis sinus frontalis dan fossa kanina kita lakukan apabila palpasi pada keduanya menimbulkan reaksi hebat. Syarat-syarat perkusi sama dengan syarat-syarat palpasi.
 Rinoskopia Anterior

·         Ada 5 alat yang biasa kita gunakan pada rinoskopia anterior, yaitu :
1.      Cermin rinoskopi posterior.
2.      Pipa penghisap.
3.      Aplikator.
4.      Pinset (angulair) dan bayonet (lucae).
5.      Spekulum hidung Hartmann.Spekulum hidung Hartmann bentuknya unik. Cara kita memakainya juga unik meliputi cara memegang, memasukkan dan mengeluarkan.
Cara kita memegang spekulum hidung Hartmann sebaiknya menggunakan tangan kiri dalam posisi horisontal. Tangkainya yang kita pegang berada di lateral sedangkan mulutnya di medial. Mulut spekulum inilah yang kita masukkan ke dalam kavum nasi (lubang hidung) pasien.
Cara kita memasukkan spekulum hidung Hartmann yaitu mulutnya yang tertutup kita masukkan ke dalam kavum nasi (lubang hidung) pasien. Setelah itu kita membukanya pelan-pelan di dalam kavum nasi (lubang hidung) pasien.
Cara kita mengeluarkan spekulum hidung Hartmann yaitu masih dalam kavum nasi (lubang hidung), kita menutup mulut spekulum kira-kira 90%. Jangan menutup mulut spekulum 100% karena bulu hidung pasien dapat terjepit dan tercabut keluar.
·         Ada 5 tahapan pemeriksaan hidung pada rinoskopia anterior yang akan kita lakukan, yaitu :
1.      Pemeriksaan vestibulum nasi.
2.      Pemeriksaan kavum nasi bagian bawah.
3.      Fenomena palatum mole.
4.      Pemeriksaan kavum nasi bagian atas.
5.      Pemeriksaan septum nasi.
6.      Pemeriksaan Vestibulum Nasi pada Rinoskopia Anterior

Sebelum menggunakan spekulum hidung pada pemeriksaan vestibulum nasi, kita melakukan pemeriksaan pendahuluan lebih dahulu. Ada 3 hal yang penting kita perhatikan pada pemeriksaan pendahuluan ini, yaitu :
1.      Posisi septum nasi.
2.      Pinggir lubang hidung. Ada-tidaknya krusta dan adanya warna merah.
3.      Bibir atas. Adanya maserasi terutama pada anak-anak.
Cara kita memeriksa posisi septum nasi adalah mendorong ujung hidung pasien dengan menggunakan ibu jari.
Spekulum hidung kita gunakan pada pemeriksaan vestibulum nasi berguna untuk melihat keadaan sisi medial, lateral, superior dan inferior vestibulum nasi. Sisi medial vestibulum nasi dapat kita periksa dengan cara mendorong spekulum ke arah medial. Untuk melihat sisi lateral vestibulum nasi, kita mendorong spekulum ke arah lateral. Sisi superior vestibulum nasi dapat terlihat lebih baik setelah kita mendorong spekulum ke arah superior. Kita mendorong spekulum ke arah inferior untuk melihat lebih jelas sisi inferior vestibulum nasi.
Saat melakukan pemeriksaan vestibulum nasi menggunakan spekulum hidung, kita perhatikan ada tidaknya sekret, krusta, bisul-bisul, atau raghaden.

Pemeriksaan Kavum Nasi Bagian Bawah pada Rinoskopia Anterior

Cara kita memeriksa kavum nasi (lubang hidung) bagian bawah yaitu dengan mengarahkan cahaya lampu kepala ke dalam kavum nasi (lubang hidung) yang searah dengan konka nasi media.
Ada 4 hal yang perlu kita perhatikan pada pemeriksaan kavum nasi (lubang hidung) bagian bawah, yaitu :
1.      Warna mukosa dan konka nasi inferior.
2.      Besar lumen lubang hidung.
3.      Lantai lubang hidung.
4.      Deviasi septi yang berbentuk krista dan spina.
5.      Fenomena Palatum Mole Pada Rinoskopia Anterior

Cara kita memeriksa ada tidaknya fenomena palatum mole yaitu dengan mengarahkan cahaya lampu kepala ke dalam dinding belakang nasofaring secara tegak lurus. Normalnya kita akan melihat cahaya lampu yang terang benderang. Kemudian pasien kita minta untuk mengucapkan “iii”.
Selain perubahan dinding belakang nasofaring menjadi lebih gelap akibat gerakan palatum mole, bayangan gelap dapat juga disebabkan cahaya lampu kepala tidak tegak lurus masuk ke dalam dinding belakang nasofaring.

Setelah pasien mengucapkan “iii”, palatum mole akan kembali bergerak ke bawah sehingga benda gelap akan menghilang dan dinding belakang nasofaring akan terang kembali.
Fenomena palatum mole positif bilamana palatum mole bergerak saat pasien mengucapkan “iii” dimana akan tampak adanya benda gelap yang bergerak ke atas dan dinding belakang nasofaring berubah menjadi lebih gelap. Sebaliknya, fenomena palatum mole negatif apabila palatum mole tidak bergerak sehingga tidak tampak adanya benda gelap yang bergerak ke atas dan dinding belakang nasofaring tetap terang benderang.

·         Fenomena palatum mole negatif dapat kita temukan pada 4 kelainan, yaitu :
1.      Paralisis palatum mole pada post difteri.
2.      Spasme palatum mole pada abses peritonsil.
3.      hipertrofi adenoid
4.      Tumor nasofaring : karsinoma nasofaring, abses retrofaring, dan adenoid.
5.      Pemeriksaan Kavum Nasi Bagian Atas pada Rinoskopia Anterior

Cara kita memeriksa kavum nasi (lubang hidung) bagian atas yaitu dengan mengarahkan cahaya lampu kepala ke dalam kavum nasi (lubang hidung) bagian atas pasien.

·         Ada 4 hal yang penting kita perhatikan pada pemeriksaan kavum nasi (lubang hidung) bagian atas, yaitu :
1.      Kaput konka nasi media.
2.      Meatus nasi medius : pus dan polip.
3.      Septum nasi bagian atas : mukosa dan deviasi septi.
4.      Fissura olfaktorius.
5.      Deviasi septi pada septum nasi bagian atas bisa kita temukan sampai menekan konka nasi media pasien.
6.      Pemeriksaan Septum Nasi pada Rinoskopia Anterior

3. Rinoskopia Posterior

Prinsip kita dalam melakukan rinoskopia posterior adalah menyinari koane dan dinding nasofaring dengan cahaya yang dipantulkan oleh cermin yang kita tempatkan dalam nasofaring.

·         Syarat-syarat melakukan rinoskopia posterior, yaitu :

1.      Penempatan cermin. Harus ada ruangan yang cukup luas dalam nasofaring untuk menempatkan cermin yang kita masukkan melalui mulut pasien. Lidah pasien tetap berada dalam mulutnya. Kita juga menekan lidah pasien ke bawah dengan bantuan spatula (spatel).
2.      Penempatan cahaya. Harus ada jarak yang cukup lebar antara uvula dan faring milik pasien sehingga cahaya lampu yang terpantul melalui cermin dapat masuk dan menerangi nasofaring.
3.      Cara bernapas. Hendaknya pasien tetap bernapas melalui hidung.

·         Ada 4 alat dan bahan yang kita gunakan pada rinoskopia posterior, yaitu :

1.      Cermin kecil.
2.      Spatula.
3.      Lampu spritus.
4.      Solusio tetrakain (- efedrin 1%).

·         Teknik-teknik yang kita gunakan pada rinoskopia posterior, yaitu :

1.      Cermin kecil kita pegang dengan tangan kanan. Sebelum memasukkan dan menempatkannya ke dalam nasofaring pasien, kita terlebih dahulu memanaskan punggung cermin pada lampu spritus yang telah kita nyalakan.
2.      Minta pasien membuka mulutnya lebar-lebar. Lidahnya ditarik ke dalam mulut, jangan digerakkan dan dikeraskan. Bernapas melalui hidung.
3.      Spatula kita pegang dengan tangan kiri. Ujung spatula kita tempatkan pada punggung lidah pasien di depan uvula. Punggung lidah kita tekan ke bawah di paramedian kanan lidah sehingga terbuka ruangan yang cukup luas untuk menempatkan cermin kecil dalam nasofaring pasien.
4.      Masukkan cermin kedalam faring dan kita tempatkan antara faring dan palatum mole kanan pasien. Cermin lalu kita sinari dengan menggunakan cahaya lampu kepala.
5.      Khusus pasien yang sensitif, sebelum kita masukkan spatula, kita berikan lebih dahulu tetrakain 1% 3-4 kali dan tunggu ± 5 menit.

·         Ada 4 tahap pemeriksaan yang akan kita lalui saat melakukan rinoskopia posterior, yaitu

Tahap 1 : pemeriksaan tuba kanan.
Tahap 2 : pemeriksaan tuba kiri.
Tahap 3 : pemeriksaan atap nasofaring.
Tahap 4 : pemeriksaan kauda konka nasi inferior.

Tahap 1 : Pemeriksaan Tuba Kanan

Posisi awal cermin berada di paramedian yang akan memperlihatkan kepada kita keadaan kauda konka nasi media kanan pasien. Tangkai cermin kita putar kemudian ke medial dan akan tampak margo posterior septum nasi. Selanjutnya tangkai cermin kita putar ke kanan, berturut-turut akan tampak konka nasi terutama kauda konka nasi inferior (terbesar), kauda konka nasi superior, meatus nasi medius, ostium dan dinding tuba.

Tahap 2 : Pemeriksaan Tuba Kiri

Tangkai cermin kita putar ke medial, akan tampak kembali margo posterior septum nasi pasien. Tangkai cermin terus kita putar ke kiri, akan tampak kauda konka nasi media kanan dan tuba kanan.

Tahap 3 : Pemeriksaan Atap Nasofaring

Kembali kita putar tangkai cermin ke medial. Tampak kembali margo posterior septum nasi pasien. Setelah itu kita memeriksa atap nasofaring dengan cara memasukkan tangkai cermin sedikit lebih dalam atau cermin agak lebih kita rendahkan.

Tahap 4 : Pemeriksaan Kauda Konka Nasi Inferior

Kita memeriksa kauda konka nasi inferior dengan cara cermin sedikit ditinggikan atau tangkai cermin sedikit direndahkan. Kauda konka nasi inferior biasanya tidak kelihatan kecuali mengalami hipertrofi yang akan tampak seperti murbei (berdungkul-dungkul).

·         Ada 2 kelainan yang penting kita perhatikan pada rinoskopia posterior, yaitu :

1.      Peradangan. Misalnya pus pada meatus nasi medius & meatus nasi superior, adenoiditis, dan ulkus pada dinding nasofaring (tanda TBC).
2.      Tumor. Misalnya poliposis dan karsinoma.




·         Ada 3 sumber masalah pada rinoskopia posterior, yaitu :

1.      Pihak pemeriksa : tekanan, posisi, dan fiksasi spatula.
2.      Pihak pasien : cara bernapas dan refleks muntah.
3.      Alat-alat : bahan spatula dan suhu & posisi cermin.

Tekanan spatula yang kita berikan terhadap punggung lidah pasien haruslah seoptimal mungkin. Tekanan yang terlalu kuat akan menimbulkan sensasi nyeri pada diri pasien. Sebaliknya tekanan yang terlalu lemah menyebabkan faring tidak terlihat jelas oleh pemeriksa.
Posisi spatula hendaknya kita pertahankan pada tempat semula. Gerakan kepala pasien berpotensi menggeser posisi spatula. Posisi spatula yang terlalu jauh ke pangkal lidah apalagi sampai menyentuh dinding faring dapat menimbulkan refleks muntah.
Cara fiksasi spatula memiliki keunikan tersendiri. Ibu jari pemeriksa berada dibawah spatula. Jari II dan III berada diatas spatula. Jari IV kita tempatkan diatas dagu sedangkan jari V dibawah dagu pasien.
Kesulitan yang menjadi tantangan buat kita dari pemeriksaan rinoskopia posterior ini terletak pada koordinasi yang kita jaga antara tangan kanan yang memegang cermin kecil, tangan kiri yang memegang spatula, kepala dan posisi cahaya dari lampu kepala yang akan menyinari cermin dalam faring, dan kejelian mata kita melihat bayangan pada cermin kecil dalam faring.
Cara bernapas yang tidak seperti biasa menjadi kendala tersendiri bagi pasien. Mereka harus bernapas melalui hidung dengan posisi mulut yang terbuka. Ada beberapa pasien yang memiliki refleks yang kuat terhadap perlakuan yang kita buat. Kita bisa memberikannya tetrakain dan efedrin untuk mencegahnya.
Bahan spatula yang terbuat dari logam dapat menimbulkan refleks pada beberapa pasien karena rasa logam yang agak mengganggu di lidah.
Suhu cermin jangan terlalu panas dan terlalu dingin. Cermin yang terlalu panas menimbulkan rasa nyeri sedangkan cermin yang terlalu dingin menimbulkan kekaburan pada cermin yang mengganggu penglihatan kita.
Posisi cermin jangan terlalu jauh masuk ke dalam apalagi sampai menyentuh faring pasien. Refleks muntah dapat timbul akibat kecerobohan kita ini.

4. Transiluminasi (Diaphanoscopia)

Entah mengapa cara pemeriksaan sinus paranasalis – terutama sinus frontalis dan sinus maksilaris – ini belum pernah saya saksikan sendiri. Penuturan dari teman-teman dan para pembimbing juga belum pernah saya dengar.
Syarat melakukan pemeriksaan transiluminasi (diaphanoscopia) adalah adanya ruangan yang gelap. Alat yang kita gunakan berupa lampu listrik bertegangan 6 volt dan bertangkai panjang (Heyman).
Pemeriksaan transiluminasi (diaphanoscopia) kita gunakan untuk mengamati sinus frontalis dan sinus maksilaris. Cara pemeriksaan kedua sinus tersebut tentu saja berbeda.
Cara melakukan pemeriksaan transiluminasi (diaphanoscopia) pada sinus frontalis yaitu kita menyinari dan menekan lantai sinus frontalis ke mediosuperior. Cahaya yang memancar ke depan kita tutup dengan tangan kiri. Hasilnya sinus frontalis normal bilamana dinding depan sinus frontalis tampak terang.

·         Ada 2 cara melakukan pemeriksaan transiluminasi (diaphanoscopia) pada sinus maksilaris, yaitu :

1.      Cara I. Mulut pasien kita minta dibuka lebar-lebar. Lampu kita tekan pada margo inferior orbita ke arah inferior. Cahaya yang memancar ke depan kita tutup dengan tangan kiri. Hasilnya sinus maksilaris normal bilamana palatum durum homolateral berwarna terang.
2.      Cara II. Mulut pasien kita minta dibuka. Kita masukkan lampu yang telah diselubungi dengan tabung gelas ke dalam mulut pasien. Mulut pasien kemudian kita tutup. Cahaya yang memancar dari mulut dan bibir atas pasien, kita tutup dengan tangan kiri. Hasilnya dinding depan dibawah orbita tampak bayangan terang berbentuk bulan sabit.
Penilaian pemeriksaan transiluminasi (diaphanoscopia) berdasarkan adanya perbedaan sinus kiri dan sinus kanan. Jika kedua sinus tampak terang, menandakan keduanya normal. Namun khusus pasien wanita, hal itu bisa menandakan adanya cairan karena tipisnya tulang mereka. Jika kedua sinus tampak gelap, menandakan keduanya normal. Khusus pasien pria, kedua sinus yang gelap bisa akibat pengaruh tebalnya tulang mereka.

5. X-Photo Rontgen

Untuk melihat sinus maksilaris, kita usulkan memakai posisi Water pada X-photo rontgen. Hasil foto X dengan sinus gelap menunjukkan patologis. Perhatikan batas sinus atau tulang, apakah masih utuh ataukah tidak.

6. Pungsi Percobaan

Fungsi percobaan hanya untuk pemeriksaan sinus maksilaris dengan menggunakan troicart. Kita melakukannya melalui meatus nasi inferior. Hasilnya jika keluar nanah atau sekret mukoid maka kita melanjutkannya dengan tindakan irigasi sinus maksilaris.

7. Biopsi

Jaringan biopsi kita ambil dari sinus maksilaris melalui lubang pungsi di meatus nasi inferior atau menggunakan Caldwell-Luc.


Daftar Pustaka

-          Prof. Dr. dr. Sardjono Soedjak, MHPEd, Sp.THT, dr. Sri Rukmini, Sp.THT, dr. Sri Herawati, Sp.THT & dr. Sri Sukesi, Sp.THT. Teknik Pemeriksaan Telinga, Hidung & Tenggorok. Jakarta : EGC. 2000.

1 komentar: