TUBERCULOSIS ( TBC )
1.
KONSEP TEORI
A.
DEFINISI
Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi menahun menular
yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Kuman tersebut
biasanya masuk ke dalam tubuh manusia melalui udara (pernapasan) kedalam
paru-paru, kemudian kuman tersebut menyebar dari paru-paru ke organ yang lain
melalui peredaran darah, yaitu : kelenjar limfe, saluran pernapasan atau
penyebaran langsung ke organ tubuh lain (Depkes RI, 1998).
Menurut Price ( 2005 ) tuberculosis ( TB ) adalah suatu
penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis yang
penyebarannya melalui saluran pernafasan, saluran pencernaan dan luka terbuka
pada kulit.
Menurut Hanikamioji ( 2009 ) Tuberkulosis merupakan
penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis.
B.
KLASIFIKASI
Menurut
Bahar ( 2001 )pada tahun 1974, American Thoracic Society memberikan klasifikasi
baru Tuberculosis yang diambil berdasarkan aspek kesehatan masyarakat yaitu :
1. Kategori 0 : tidak pernah
terpajan dan tidak terinfeksi, riwayat kontak negatif, tes tuberculin negatif.
2. Kategori I : terpajan
tuberkulosis, tapi tidak terbukti ada infeksi. Riwayat kontak positif, tes
tuberculin negatif.
3. Kategori II : terinfeksi
tuberkulosis, tetapi tidak sakit. Tes tuberrkulit positif, radiologis dan
sputum negatif.
4. Kategori III : terinfeksi
tuberculosis dan terasa sakit.
Menurut Depkes (2006), klasifikasi
penyakit TB dan tipe pasien digolongkan:
1) Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang
terkena:
·
Tuberkulosis
paru. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim)
paru. tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
·
Tuberkulosis
ekstra paru. Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya
pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang,
persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.
2)
Klasifikasi
berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu pada TB Paru:
a.
Tuberkulosis
paru BTA positif.
·
Sekurang-kurangnya
2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
·
1
spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan
gambaran tuberkulosis.
·
1
spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif.
·
1
atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada
pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah
pemberian antibiotika non OAT.
b.
Tuberkulosis
paru BTA negative
Kasus yang tidak memenuhi
definisi pada TB paru BTA positif.
Kriteria diagnostik TB paru
BTA negatif harus meliputi:
·
Paling
tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negative
·
Foto
toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.
·
Tidak
ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
·
Ditentukan
(dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.
3)
Klasifikasi
berdasarkan tingkat keparahan penyakit
·
TB
paru BTA negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan
penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto
toraks memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas (misalnya proses “far
advanced”), dan atau keadaan umum pasien buruk.
·
TB
ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu:
·
TB
ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa
unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.
·
TB ekstra-paru berat, misalnya:
meningitis, milier, perikarditis, peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral,
TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kemih dan alat kelamin.
4)
Tipe
Pasien
Tipe pasien ditentukan
berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa tipe pasien yaitu:
·
Kasus
baru
Adalah pasien yang belum
pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan
(4 minggu).
·
Kasus
kambuh (Relaps)
Adalah pasien tuberkulosis
yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberculosis dan telah dinyatakan
sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan
atau kultur).
·
Kasus
setelah putus berobat (Default )
Adalah pasien yang telah
berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif.
·
Kasus
setelah gagal (failure)
Adalah pasien yang hasil
pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan
kelima atau lebih selama pengobatan.
·
Kasus
Pindahan (Transfer In)
Adalah pasien yang
dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain untuk melanjutkan
pengobatannya.
·
Kasus
lain :
Adalah semua kasus yang
tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok ini termasuk Kasus Kronik,
yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai
pengobatan ulangan.
C.
PENYEBAB
Tuberculosis paru disebabkan oleh mycobacterium
tuberculosis, sejenis kuman berbentuk batang dengan ukuran 1 - 4/ μm dan tebal
0,3 - 0,6/ μm. Sebagian kuman terdiri atas lemak ( lipid). Lemak inilah yang
membuat kuman tahan asam dan lebih tahan terhadap gangguan fisik da kimia,
kuman juga mampu hidup dalam udara kering maupun dingin , bahkan bias bertahan
hidup bertahun- tahun dalam lemari es. Hal ini terjadi karena kuman berada dalam
sifat dormant. Dan sifat lain dari kuman ini adalah aerob, sehingga kuman ini
hidup pada jaringan yang kaya oksigen. Dimana bagian apical paru- paru
merupakan tempat predileksi penyakit tuberculosis paru ( Suyono, 2003 ).
D.
MANIFESTASI KNINIS
Tuberkulosis sering dijuluki “the great
imitator” yaitu suatu penyakit yang mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit
lain yang juga memberikan gejala umum seperti lemah dan demam. Pada sejumlah
penderita gejala yang timbul tidak jelas sehingga diabaikan bahkan kadang-kadang
asimtomatik.
Gambaran klinik TB paru dapat dibagi
menjadi 2 golongan, gejala respiratorik dan gejala sistemik:
1) Batuk
Gejala batuk timbul paling dini dan
merupakan gangguan yang paling sering dikeluhkan. Mula-mula bersifat non
produktif kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila sudah ada kerusakan
jaringan.
2) Batuk darah
Darah yang dikeluarkan dalam dahak
bervariasi, mungkin tampak berupa garis atau bercak-bercak darak, gumpalan
darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak. Batuk darak terjadi karena
pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya batuk darah tergantung dari besar
kecilnya pembuluh darah yang pecah.
3) Sesak napas
Gejala ini ditemukan bila kerusakan
parenkim paru sudah luas atau karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi
pleura, pneumothorax, anemia dan lain-lain.
4) Nyeri dada
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri
pleuritik yang ringan. Gejala ini timbul apabila sistem persarafan di pleura
terkena.
5)
Gejala
sistemik, meliputi:
a. Demam
Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan malam hari mirip demam influenza, hilang timbul dan makin lama makin panjang serangannya sedang masa bebas serangan makin pendek.
Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan malam hari mirip demam influenza, hilang timbul dan makin lama makin panjang serangannya sedang masa bebas serangan makin pendek.
b. Gejala sistemik lain
Gejala sistemik lain ialah keringat
malam, anoreksia, penurunan berat badan serta malaise.
Timbulnya gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu-bulan, akan tetapi penampilan akut dengan batuk, panas, sesak napas walaupun jarang dapat juga timbul menyerupai gejala pneumonia.
Timbulnya gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu-bulan, akan tetapi penampilan akut dengan batuk, panas, sesak napas walaupun jarang dapat juga timbul menyerupai gejala pneumonia.
E.
PATOFISIOLOGI
Tempat masuk kuman M.tuberculosis
adalah saluran pernafasan, saluran pencernaan, dan luka terbuka pada kulit.
Kebanyakan infeksi tuberkulosis terjadi melalui udara (airborne), yaitu melalui
inhalasi droplet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari
orang yang terinfeksi. Saluran pencernaan merupakan tempat masuk utama jenis
bovin, yang penyebarannya melalui susu yang terkontaminasi.
Tuberkulosis adalh
penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas perantara sel. Sel efektornya
adalah makrofag, sedangkan limfosit (biasanya sel T) adalah sel
imunoresponsifnya. Tipe imunitas seperti ini biasanya lokal, melibatkan
makrofag yang diaktifkan di tempat infeksi oleh limfosit dan limfokinnya.
Respon ini disebut sebagai reaksi hipersensitivitas (lambat)
Nekrosis bagian
sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat dan seperti keju, lesi
nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang mengalami nekrosis kaseosa
dan jaringan granulasi di sekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan
fibroblast, menimbulkan respon berbeda. Jaringan granulasi menjadi lebih
fibrosa membentuk jaringan parut yang akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang
mengelilingi tuberkel. Lesi primer paru-paru dinamakan fokus Gohn dan gabungan terserangnya kelenjar getah bening
regional dan lesi primer dinamakan kompleks
Gohn respon
lain yang dapat terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan, dimana bahan
cair lepas kedalam bronkus dan menimbulkan kavitas. Materi tuberkular yang
dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk ke dalam percabangan
trakeobronkhial. Proses ini dapat akan terulang kembali ke bagian lain dari
paru-paru, atau basil dapat terbawa sampai ke laring, telinga tengah atau usus.
Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan meninggalkan
jaringan parut bila peradangan mereda lumen bronkus dapat menyempit dan
tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dekat perbatasan rongga bronkus.
Bahan perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran
penghubung sehingga kavitas penuh dengan bahan perkejuan dan lesi mirip dengan
lesi berkapsul yang tidak terlepas keadaan ini dapat menimbulkan gejala dalam
waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat
peradangan aktif. Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh
darah. Organisme yang lolos dari kelenjar getah bening akan mencapai aliran
darah dalam jumlah kecil dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lain. Jenis
penyebaran ini dikenal sebagai penyebaran limfohematogen, yang biasanya sembuh
sendiri. Penyebaran hematogen merupakan suatu fenomena akut yang biasanya
menyebabkan tuberkulosis milier. Ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak
pembuluh darah sehingga banyak organisme masuk kedalam sistem vaskular dan
tersebar ke organ-organ tubuh.
F.
PATHWAYS
G.
KOMPLIKASI
Komplikasi pada penderita tuberkulosis stadium lanjut
(Depkes RI, 2005) :
1.
Hemoptosis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah)
yang dapat mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya
jalan nafas.
2.
Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial.
3.
Bronkiektasis ( pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis
(pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
4.
Pneumotorak (adanya udara di dalam rongga pleura) spontan
: kolaps spontan karena kerusakan jaringan paru.
5.
Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang,
ginjal dan sebagainya.
6.
insufisiensi Kardio Pulmoner
(Cardio Pulmonary Insufficiency).
H.
PENATALAKSANAAN
·
Tujuan
Pengobatan
Pengobatan
TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan,
memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap
OAT.
·
Prinsip
pengobatan
Pengobatan
tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:
1.
OAT harus
diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan
dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal
(monoterapi) . Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT – KDT) lebih
menguntungkan dan sangat dianjurkan.
2.
Untuk menjamin
kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung (DOT = Directly
Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).
3.
Pengobatan TB
diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
1)
Tahap
awal (intensif)
·
Pada tahap
intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara
langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.\
·
Bila pengobatan
tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menular menjadi
tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.
·
Sebagian besar
pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan.
2)
Tahap Lanjutan
·
Pada tahap
lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu
yang lebih lama
·
Tahap lanjutan
penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah terjadinya
kekambuhan
4.
Jenis, sifat dan dosis OAT
5.
Paduan OAT yang
digunakan di Indonesia
·
Paduan OAT yang
digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan Tuberkulosis di Indonesia:
§ Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.
§ Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.
·
Disamping kedua
kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE)
§ Kategori Anak: 2HRZ/4HR
·
Paduan OAT
kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket berupa obat kombinasi
dosis tetap (OAT-KDT), sedangkan kategori anak sementara ini disediakan dalam
bentuk OAT kombipak.
·
Tablet OAT KDT
ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya
disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket
untuk satu pasien.
§ Paket Kombipak.
§ Terdiri dari obat lepas yang dikemas dalam satu
paket, yaitu Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol. Paduan OAT ini
disediakan program untuk mengatasi pasien yang mengalami efek samping OAT KDT.
·
Paduan OAT ini
disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan untuk memudahkan pemberian obat
dan menjamin kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampai selesai. Satu (1)
paket untuk satu (1) pasien dalam satu (1) masa pengobatan.
·
KDT mempunyai
beberapa keuntungan dalam pengobatan TB:
1
Dosis obat dapat
disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin efektifitas obat dan
mengurangi efek samping.
2
Mencegah
penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan resiko terjadinya resistensi obat
ganda dan mengurangi kesalahan penulisan resep
3
Jumlah tablet
yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat menjadi sederhana dan
meningkatkan kepatuhan pasien.
I.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Diagnosis
TB menurut Asril Bahar (2001):
1.
Pemeriksaan Radiologis
Pada saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara
yang praktis untuk menemukan lesi tuberkulosis. Lokasi lesi tuberkulosis
umumnya di daerah apeks paru (segmen apikal lobus atas atau segmen apikal lobus
bawah), tetapi dapat juga mengenai lobus bawah (bagian inferior) atau di daerah
hilus menyerupai tumor paru.
2.
Pemeriksaan Laboratorium
·
Darah
Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian, karena
hasilnya kadang-kadang meragukan, hasilnya tidak sensitif dan juga tidak
spesifik. Pada saat tuberkulosis baru mulai sedikit meninggi dengan hitung
jenis pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih di bawah normal. Laju endap
darah mulai meningkat. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit kembali normal
dan jumlah limfosit masih tinggi. Laju endap darah mulai turun ke arah normal
lagi.
·
Sputum
Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan
ditemukannya kuman BTA, diagnosis tuberkulosis sudah dapat dipastikan.
Disamping itu pemeriksaan sputum juga dapat memberikan evaluasi terhadap
pengobatan yang sudah diberikan.
·
Tes Tuberkulin
Tes tuberkulin hanya menyatakan apakah seseorang individu
sedang atau pernah mengalami infeksi M. Tuberculosae, M. Bovis,
vaksinasi BCG dan Myobacteria patogen lainnya.
2.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A.
PENGKAJIAN
1. Pengumpulan data
Dalam
pengumpulan data ada urutan – urutan kegiatan yang dilakukan yaitu :
a)
Identitas klien
b)
Riwayat penyakit sekarang
c)
Riwayat penyakit dahulu
d) Riwayat penyakit keluarga
e)
Riwayat psikososial
f)
Pola fungsi kesehatan
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada klien
dengan TB paru biasanya tinggal didaerah yang berdesak – desakan, kurang cahaya
matahari, kurang ventilasi udara dan tinggal dirumah yang sumpek.
2)
Pola nutrisi dan metabolic
Pada klien
dengan TB paru biasanya mengeluh anoreksia, nafsu makan menurun.
3)
Pola eliminasi
Klien TB
paru tidak mengalami perubahan atau kesulitan dalam miksi maupun defekasi
4)
Pola aktivitas dan latihan
Dengan
adanya batuk, sesak napas dan nyeri dada akan menganggu aktivitas
5)
Pola tidur dan istirahat
Dengan
adanya sesak napas dan nyeri dada pada penderita TB paru mengakibatkan
terganggunya kenyamanan tidur dan istirahat.
6)
Pola hubungan dan peran
Klien
dengan TB paru akan mengalami perasaan asolasi karena penyakit menular.
7)
Pola sensori dan kognitif
Daya panca
indera (penciuman, perabaan, rasa, penglihatan, dan pendengaran) tidak ada
gangguan.
8)
Pola persepsi dan konsep
diri
Karena
nyeri dan sesak napas biasanya akan meningkatkan emosi dan rasa kawatir klien
tentang penyakitnya.
9)
Pola reproduksi dan seksual
Pada penderita TB paru pada pola
reproduksi dan seksual akan berubah karena kelemahan dan nyeri dada.
10) Pola penanggulangan stress
Dengan adanya proses pengobatan yang
lama maka akan mengakibatkan stress pada penderita yang bisa mengkibatkan
penolakan terhadap pengobatan.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Karena sesak napas, nyeri dada dan batuk
menyebabkan terganggunya aktifitas ibadah klien.
2.
Pemeriksaan fisik
a)
Berdasarkan sistem – sistem
tubuh
1) Sistem integumen
Pada kulit terjadi sianosis, dingin dan lembab, tugor kulit
menurun
2) Sistem pernapasan
Pada sistem pernapasan pada saat pemeriksaan fisik dijumpai
·
inspeksi : adanya
tanda – tanda penarikan paru, diafragma, pergerakan napas yang tertinggal,
suara napas melemah.
·
Palpasi :
Fremitus suara meningkat.
·
Perkusi
: Suara ketok redup.
·
Auskultasi : Suara napas
brokial dengan atau tanpa ronki basah, kasar dan yang nyaring.
3) Sistem pengindraan
Pada klien TB paru untuk pengindraan tidak ada kelainan
4) Sistem kordiovaskuler
Adanya takipnea, takikardia, sianosis, bunyi P2 syang
mengeras.
5) Sistem gastrointestinal
Adanya nafsu makan menurun, anoreksia, berat badan turun.
6) Sistem muskuloskeletal
Adanya keterbatasan aktivitas akibat kelemahan, kurang tidur dan
keadaan sehari – hari yang kurang meyenangkan.
7) Sistem neurologis
Kesadaran penderita yaitu komposments dengan GCS : 456
8) Sistem genetalia
Biasanya
klien tidak mengalami kelainan pada genitalia
B.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan napas tidak efektif
berhubungan dengan: Sekret kental atau sekret darah, Kelemahan, upaya batuk
buruk. Edema trakeal/faringeal.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan
dengan: Berkurangnya keefektifan permukaan paru, atelektasis, Kerusakan membran
alveolar kapiler, Sekret yang kental, Edema bronchial.
3. Resiko tinggi infeksi dan penyebaran
infeksi berhubungan dengan: Daya tahan tubuh menurun, fungsi silia menurun,
sekret yang inenetap, Kerusakan jaringan akibat infeksi yang menyebar,
Malnutrisi, Terkontaminasi oleh lingkungan, Kurang pengetahuan tentang infeksi
kuman.
4. Perubahan kebutuhan nutrisi, kurang
dari kebutuhan berhubungan dengan: Kelelahan, Batuk yang sering, adanya
produksi sputum, Dispnea, Anoreksia, Penurunan kemampuan finansial.
5. Kurang pengetahuan tentang kondisi,
pengobatan, pencegahan berhubungan dengan: Tidak ada yang menerangkan,
Interpretasi yang salah, Informasi yang didapat tidak lengkap/tidak akurat, Terbatasnya
pengetahuan/kognitif.
C.
INTERVENSI KEPERAWATAN
No Dx
|
Tujuan dan Kriteria Hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
|
1. Kaji fungsi
pernapasan: bunyi napas, kecepatan, imma, kedalaman dan penggunaan otot
aksesori.
2. Catat
kemampuan untuk mengeluarkan secret atau batuk efektif, catat karakter,
jumlah sputum, adanya hemoptisis
3. Berikan
pasien posisi semi atau Fowler, Bantu/ajarkan batuk efektif dan latihan napas
dalam.
4. Bersihkan
sekret dari mulut dan trakea, suction bila perlu.
5. Pertahankan
intake cairan minimal 2500 ml/hari kecuali kontraindikasi.
6. Lembabkan
udara/oksigen inspirasi.
7. Berikan obat:
agen mukolitik, bronkodilator, kortikosteroid sesuai indikasi.
8. Bantu
inkubasi darurat bila perlu.
|
-
Penurunan bunyi napas indikasi
atelektasis, ronki indikasi akumulasi secret/ketidakmampuan membersihkan
jalan napas sehingga otot aksesori digunakan dan kerja pernapasan meningkat.
-
Pengeluaran sulit bila sekret tebal,
sputum berdarah akibat kerusakan paru atau luka bronchial yang memerlukan
evaluasi/intervensi lanjut.
-
Meningkatkan ekspansi paru, ventilasi
maksimal membuka area atelektasis dan peningkatan gerakan sekret agar mudah
dikeluarkan
-
Mencegah obstruksi/aspirasi. Suction
dilakukan bila pasien tidak mampu mengeluarkan sekret.
-
Membantu mengencerkan secret sehingga
mudah dikeluarkan
-
Mencegah pengeringan membran mukosa.
-
Menurunkan kekentalan sekret,
lingkaran ukuran lumen trakeabronkial, berguna jika terjadi hipoksemia pada
kavitas yang luas.
-
Diperlukan pada kasus jarang
bronkogenik. dengan edema laring atau perdarahan paru akut.
|
2
|
|
1. Kaji dispnea,
takipnea, bunyi pernapasan abnormal. Peningkatan upaya respirasi,
keterbatasan ekspansi dada dan kelemahan
2. Evaluasi
perubahan-tingkat kesadaran, catat tanda-tanda sianosis dan perubahan warna
kulit, membran mukosa, dan warna kuku.
3. Demonstrasikan/anjurkan
untuk mengeluarkan napas dengan bibir disiutkan, terutama pada pasien dengan
fibrosis atau kerusakan parenkim.
4. Anjurkan
untuk bedrest, batasi dan bantu aktivitas sesuai kebutuhan.
5. Monitor GDA
6. Berikan
oksigen sesuai indikasi.
|
· Tuberkulosis
paru dapat rnenyebabkan meluasnya jangkauan dalam paru-pani yang berasal dari
bronkopneumonia yang meluas menjadi inflamasi, nekrosis, pleural effusion dan
meluasnya fibrosis dengan gejala-gejala respirasi distress.
· Akumulasi
secret dapat menggangp oksigenasi di organ vital dan jaringan.
· Meningkatnya
resistensi aliran udara untuk mencegah kolapsnya jalan napas.
· Mengurangi
konsumsi oksigen pada periode respirasi.
· Menurunnya
saturasi oksigen (PaO2) atau meningkatnya PaC02 menunjukkan perlunya
penanganan yang lebih. adekuat atau perubahan terapi.
· Membantu
mengoreksi hipoksemia yang terjadi sekunder hipoventilasi dan penurunan
permukaan alveolar paru.
|
3
|
|
1. Review
patologi penyakit fase aktif/tidak aktif, penyebaran infeksi melalui bronkus
pada jaringan sekitarnya atau aliran darah atau sistem limfe dan resiko
infeksi melalui batuk, bersin, meludah, tertawa., ciuman atau menyanyi.
2. Identifikasi
orang-orang yang beresiko terkena infeksi seperti anggota keluarga, teman,
orang dalam satu perkumpulan
3. Anjurkan
pasien menutup mulut dan membuang dahak di tempat penampungan yang tertutup
jika batuk
4. Gunakan
masker setiap melakukan tindakan.
5. Monitor
temperatur
6. Identifikasi
individu yang berisiko tinggi untuk terinfeksi ulang Tuberkulosis paru,
seperti: alkoholisme, malnutrisi, operasi bypass intestinal, menggunakan obat
penekan imun/ kortikosteroid, adanya diabetes melitus, kanker.
7. Tekankan
untuk tidak menghentikan terapi yang dijalani.
8. Pemberian
terapi INH, etambutol, Rifampisin.
9. Pemberian
terapi Pyrazinamid (PZA)/Aldinamide, para-amino salisik (PAS), sikloserin,
streptomisin.
10. Monitor
sputum BTA
|
- Membantu
pasien agar mau mengerti dan menerima terapi yang diberikan untuk mencegah
komplikasi
- Orang-orang
yang beresiko perlu program terapi obat untuk mencegah penyebaran infeksi.
- Kebiasaan ini
untuk mencegah terjadinya penularan infeksi.
- Mengurangi
risilio penyebaran infeksi
- Febris merupakan
indikasi terjadinya infeksi
- Pengetahuan
tentang faktor-faktor ini membantu pasien untuk mengubah gaya hidup dan
menghindari/mengurangi keadaan yang lebih buruk
- Periode
menular dapat terjadi hanya 2-3 hari setelah permulaan kemoterapi jika sudah
terjadi kavitas, resiko, penyebaran infeksi dapat berlanjut sampai 3 bulan
- INH adalah
obat pilihan bagi penyakit Tuberkulosis primer dikombinasikan dengan
obat-obat lainnya. Pengobatan jangka pendek INH dan Rifampisin selama 9 bulan
dan Etambutol untuk 2 bulan pertama
- Obat-obat
sekunder diberikan jika obat-obat primer sudah resisten.
- Untuk
mengawasi keefektifan obat dan efeknya serta respon pasien terhadap terapi.
|
4
|
|
1. Catat status
nutrisi paasien: turgor kulit, timbang berat badan, integritas mukosa mulut,
kemampuan menelan, adanya bising usus, riwayat mual/rnuntah atau diare.
2. Kaji pola
diet pasien yang disukai/tidak disukai.
3. Monitor
intake dan output secara periodik.
4. Catat adanya
anoreksia, mual, muntah, dan tetapkan jika ada hubungannya dengan medikasi.
5. Awasi
frekuensi, volume, konsistensi Buang Air Besar (BAB).
6. Anjurkan
bedres
7. Lakukan
perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernapasan.
9. Rujuk ke ahli
gizi untuk menentukan komposisi diet.
10. Konsul dengan
tim medis untuk jadwal pengobatan 1-2 jam sebelum/setelah makan
11. Awasi
pemeriksaan laboratorium. (BUN, protein serum, dan albumin).
12. Berikan
antipiretik tepat.
|
·
berguna dalam mendefinisikan derajat
masalah dan intervensi yang tepat.
·
Mengukur keefektifan nutrisi dan
cairan
·
Membantu menghemat energi khusus saat
demam terjadi peningkatan metabolik.
·
Mengurangi rasa tidak enak dari
sputum atau obat-obat yang digunakan yang dapat merangsang muntah.
·
Memaksimalkan intake nutrisi dan menurunkan
iritasi gaster
·
Memberikan bantuan dalarn perencaaan
diet dengan nutrisi adekuat unruk kebutuhan metabolik dan diet.
·
Membantu menurunkan insiden mual dan
muntah karena efek samping obat.
·
Nilai rendah menunjukkan malnutrisi
dan perubahan program terapi.
·
demam meningkatkan kebutuhan
metabolik dan konsurnsi kalori.
|
5
|
|
1. Kaji
kemampuan belajar pasien misalnya: tingkat kecemasan, perhatian, kelelahan,
tingkat partisipasi, lingkungan belajar, tingkat pengetahuan, media, orang
dipercaya.
2. Identifikasi
tanda-tanda yang dapat dilaporkan pada dokter misalnya: hemoptisis, nyeri
dada, demam, kesulitan bernafas, kehilangan pendengaran, vertigo.
3. Tekankan
pentingnya asupan diet Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP) dan intake cairan
yang adekuat.
4. Berikan
Informasi yang spesifik dalam bentuk tulisan misalnya: jadwal minum obat.
5. jelaskan
penatalaksanaan obat: dosis, frekuensi, tindakan dan perlunya terapi dalam
jangka waktu lama. Ulangi penyuluhan tentang interaksi obat Tuberkulosis
dengan obat lain.
6. jelaskan
tentang efek samping obat: mulut kering, konstipasi, gangguan penglihatan,
sakit kepala, peningkatan tekanan darah
7. Anjurkan
pasien untuk tidak minurn alkohol jika sedang terapi INH.
8. Rujuk
perneriksaan mata saat mulai dan menjalani terapi etambutol.
9. Dorong pasien
dan keluarga untuk mengungkapkan kecemasan. Jangan menyangkal.
10. Berikan gambaran tentang pekerjaan
yang berisiko terhadap penyakitnya misalnya: bekerja di pengecoran logam,
pertambangan, pengecatan.
11. Anjurkan untuk berhenti merokok.
|
·
Kemampuan belajar berkaitan dengan
keadaan emosi dan kesiapan fisik. Keberhasilan tergantung pada kemarnpuan
pasien
·
Indikasi perkembangan penyakit atau
efek samping obat yang membutuhkan evaluasi secepatnya.
·
Meningkatkan partisipasi pasien
mematuhi aturan terapi dan mencegah putus obat.
·
Mencegah keraguan terhadap pengobatan
sehingga mampu menjalani terapi.
·
Kebiasaan minurn alkohol berkaitan
dengan terjadinya hepatitis
·
Efek samping etambutol: menurunkan
visus, kurang mampu melihat warna hijau.
·
Menurunkan kecemasan. Penyangkalan dapat memperburuk
mekanisme koping
·
Debu
silikon beresiko keracunan silikon yang mengganggu fungsi paru/bronkus.
·
Merokok tidak menstimulasi kambuhnya
Tuberkulosis; tapi gangguan pernapasan/ bronchitis.
|
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall, (2000). Buku saku
Diagnosa Keperawatan. Alih bahasa. Edisi 8. Jakarta
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis.
Depkes RI : Jakarta.
Mansjoer, A dkk.
2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Perhimpunan Dokter
Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
edisi ketiga. Balai Penerbit FKUI : Jakarta.
Tambayong, J. 2003. Patofisiologi untuk Keperawatan. EGC : Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar